watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

seks dengan janda

Janda mungkin dianggap sebagai wanita yang
kurang baik, apalagi janda kembang, banyak di
indonesia janda masih di anggap sebagai wanita
kurang baik, padahal tidak semua janda
demikian, berikut adalah cerita dewasa tentang
cerita pengalaman seorang pemuda yang
bercinta dengan seorang janda. Berikut cerita
lengkapnya.
Sebelumnya saya perkenalkan diri terlebih
dahulu, nama saya Alvi (samaran), usia saya
saat ini adalah 37 tahun. Kejadian ini adalah kisah
nyata hidup saya yang terjadi 10 tahun yang lalu,
jadi saat itu usia saya baru sekitar 27 tahun.
Sebelum saya ceritakan pengalaman saya
dengan Mbak Yati, perlu saya sampaikan juga
bahwa (mungkin) saya mengidap suatu kelainan
(meskipun mungkin kadarnya masih sangat
ringan), yaitu saya lebih tertarik dengan wanita
yang usianya sebaya dengan saya ataupun lebih
tua, meskipun saya tidak terlalu menolak dengan
wanita yang usianya dibawah saya. Hampir
semua (tapi tidak 100 persen), pacar-pacar saya
ataupun teman-teman kencan saya biasanya
memiliki usia sebaya ataupun lebih tua. Tetapi
istri saya saat ini memang lebih muda dari saya
5 tahun.
Saya menyenangi wanita yang lebih tua, karena
saya merasa kalau bermain cinta dengan
mereka, saya merasakan ada sensasi tersendiri.
Terlebih kalau teman kencan saya seorang janda,
saya akan semakin menikmati permainan-
permainannya dengan baik. Saya mempunyai
seorang tetangga, sekaligus kawan bermain,
tetapi usianya 3 tahun dibawah saya, sebut saja
namanya Tarno (tentunya juga nama samaran).
Saya berkawan dan bersahabat dengan dia
sudah sejak kecil. Hubungan saya dengan Tarno
sudah seperti kakak beradik. Kami saling
bermain, saya ke rumahnya ataupun dia yang ke
rumahku. Makan dan terkadang tidur pun kami
sering bersama. Tarno ini anak tertua dari 4
bersaudara. Ayahnya meninggal dunia ketika dia
berumur 15 tahun.
Tarno ini mempunyai ibu, namanya Yati.
Meskipun Mbak Yati ini ibu dari teman dekat
saya, tetapi saya memanggilnya tetap dengan
panggilan mbak, bukan tante (saya tidak tahu
kenapa memanggilnya mbak, mungkin saya
ikut-ikutan ibu saya). Karena saya sudah terbiasa
bergaul dengan keluarga Mbak Yati, maka Mbak
Yati menganggap saya sudah seperti anaknya
sendiri. Sehingga Mbak Yati tidak merasa malu
untuk bertingkah wajar di hadapanku, terutama
sekali dia sudah terbiasa berpakaian minim,
meskipun saya ada di depannya.
Apabila selesai mandi, dan keluar dari kamar
mandi, Mbak Yati tanpa malu-malu jalan di
hadapan saya hanya dengan melilitkan handuk di
tubuhnya. Sehingga dengan jelas sekali terlihat
kemolekan tubuhnya. Warna kulitnya yang
kuning bersih, dengan bentuk pantat yang bulat
dan sintal, serta sepasang lengan yang indah
dengan bebasnya dapat dipandangi, meskipun
saya pada saat itu masih SD ataupun SMP, tetapi
secara naluri, saya sudah ingin juga melihat
kemolekan tubuh Mbak Yati.
Hubungan dengan Tarno tetap baik, meskipun
saya sudah pindah rumah (meskipun dalam satu
kota) dan meskipun saya sudah kuliah ke lain
kota, hubungan saya dengan keluarga Mbak Yati
juga tetap tidak berubah. Kalau saya pulang ke
rumah sebulan sekali, saya selalu sempatkan
main ke rumah Tarno.
Setelah kematian suaminya, Mbak Yati selama
kurang lebih 8 tahun tetap menjanda. Meskipun
sebenarnya banyak laki-laki yang tertarik
padanya, karena Mbak Yati ini orangnya cantik,
seksi, kulitnya kuning, bicaranya ramah dan
supel. Penampilannya selalu nampak bersih
(selalu bermake-up setiap saat). Tetapi semuanya
ditolak, karena alasan Mbak Yati pada saat itu
katanya lebih berkonsentrasi untuk dia dalam
mengasuh anak-anaknya. Tetapi setelah 8 tahun
menjanda, akhirnya dia menikah dengan
seorang duda tua yang meskipun kaya raya
tetapi sakit-sakitan (Mbak Yati mau menikah
dengan dia karena alasan ekonomi). Tetapi
perkawinan ini hanya bertahan kurang lebih 2
tahun, karena suaminya yang baru ini akhirnya
juga meninggal.
Setelah saya Dewasa, rasa tertarik saya dengan
Mbak Yati semakin menggebu. Tubuh yang
seksi, pantat yang padat, dan betis yang kecil
serta indah selalu menjadi sasaran mata saya.
Terkadang saya sering mencuri pandang dengan
Mbak Yati, pada saat ngobrol dengan Tarno
dankebetulan Mbak Yati lewat. Apalagi kalau
sedang ngobrol dengan Tarno dan Mbak Yati
ikut, wah rasanya jadi senang sekali. Bahkan
sering saya sengaja main ke rumah Tarno,
dimana pada saat Tarno tidak ada di rumah,
sehingga saya dengan leluasa dapat ngobrol
berdua dengan Mbak Yati.
Meskipun keinginan untuk bercinta dengan Mbak
Yati selalu menggebu, tetapi saya masih kesulitan
untuk mencari cara memulainya. Terkadang rasa
ragu dan malu selalu menghantui, takut kalau
nanti Mbak Yati menolak untuk diajak bercinta.
Tetapi kalau kemauan sudah kuat, segala cara
akan ditempuh demi tercapainya keinginan. Hal
ini terjadi secara kebetulan, ketika suatu sore
MBak Yati minta tolong saya untuk
mengantarkan melihat komplek perumahan
yang baru di pinggiran kota, karena dia
bermaksud membeli rumah kecil di komplek
perumahan tersebut.
Kami berdua berangkat dengan memakai mobil
saya. Karena lokasinya masih baru dan masih
dalam tahap pembangunan, sehingga
sesampainya di lokasi, suasananya terlihat sepi,
tidak ada seorang pun di tempat itu. Kami
berdua berkeliling-keliling dengan berjalan kaki
melihat-lihat rumah-rumah yang baru dibangun.
Saya ajak Mbak Yati masuk ke salah satu rumah
yang sedang dibangun, yang tentunya masih
kosong, kami melihat-lihat ke dalamnya.
Kami berjalan berdampingan, dan setelah masuk
ke salah satu rumah yang sedang dibangun.
Dengan tiba-tiba saya dekap pundaknya, saya
rekatkan ke dada saya, perasaan saya pada saat
itu tidak menentu, antara senang, takut kalau-
kalau dia marah dan menampar saya,
danperasaan birahi yang sudah sangat
menggebu. Tetapi syukur, ternyata dia hanya
tersenyum memandang saya. Melihat tidak ada
penolakan yang berarti, saya mulai berani untuk
mencium pipinya, lagi-lagi dia hanya tersenyum
malu sambil pura-pura menjauhkan diri dan
sambil berkata, “Ach.. Alvi ini ada-ada saja..”
Saya berkata, “Mbak Yati marah yaa..?”
Dia hanya menjawab dengan gelengan kepala
dan sambil tersenyum terus menundukkan
kepala.
Melihat bahasa tubuh yang menunjukkan “lampu
Hijau”, serangan saya semakin berani. Saya
mengejarnya dan mendekapnya, dan akhirnya
saya berhasil mencium bibirnya yang tipis,
mungil dan berkilat oleh lipstick yang selalu
menghiasi bibirnya. Sambil saya bersandar di
dinding, saya dekap dengan erat tubuh Mbak
Yati.
Saya cium bibirnya, “Uhhmm..” dia bergumam
dan balas memeluk dengan erat.
Ternyata tanpa diduga, Mbak Yati membalas
ciuman saya dengan bergairah. Saya kembali
balas ciumannya yang sangat bergairah dengan
permainan lidah saya. Lidah kami sudah menari-
nari. Kedua tangan saya sudah mencari sasaran-
sasaran yang sensitif. Bukit kembarnya yang
mungil tapi masih padat dan terlihat seksi
menjadi sasaran kedua tangan saya.
Kedua bukit kembar ini sudah lama kuidam-
idamkan untuk menjamahnya. Kami berciuman
agak lama. Nafas Mbak Yati semakin memburu.
Ciuman, saya alihkan dari bibirnya yang mungil
turun ke lehernya. Dia menengadahkan
wajahnya sambil matanya terpejam. Menikmati
rangsangan kenikmatan yang sudah lama tidak
dia rasakan.
“Uchmm.. mm..” mulutnya selalu bergumam,
tandanya dia menikmatinya.
Kedua tanganku saya dekapkan ke pantatnya
yang bulat dan seksi. Sehingga tubuhnya
semakin marapat ke tubuh saya. Dekapan kedua
tangannya ke leher saya semakin diperkuat,
seiring dengan lenguhan bibirnya yang semakin
panjang, “Uuucchmm.. mm.”
Batang kejantanan yang tegang sejak berangkat
dari rumahnya Mbak yati, kini ditekan dengan
kencang oleh tubuh Mbak Yati yang bergoyang-
goyang. Rasa nikmat menjalar dari batang
kejantananku mengalir naik ke ubun-ubun.
Ciumanku terus turun setelah beberapa lama
singgah di lehernya, turun menuruni celah bukit
kembarnya. Kedua BH-nya yang berwarna
merah muda, serasi dengan kulitnya yang
langsat, semakin menambah indahnya susu
Mbak Yati.
Karena tubuh Mbak Yati agak kecil, saya agak
sedikit berjongkok, agar mampu mencium
kedua susunya yang sudah mengeras. Kedua
tangan saya pergunakan untuk menahan
punggungnya yang mulai melengkung atas
sensasi ciuman saya ke susunya. Deru nafas
Mbak Yati semakin memburu.
Gesekan tubuhnya ke batang keperkasaan saya
semakin cepat frekuensinya, dan akhirnya,
“Udach acch Alvii.. jangan disini, nggak enak
kalau nanti ketahuan..” sambil berusaha
melepaskan tubuhnya dari dekapan saya.
“Sebentar Mmmbbak..!” jawab saya dengan
mulut tidak bergeser dari susunya.
“Alvi, nanti kita lannjuttkan saja di llain
ttemmpat..” suranya terputus-putus karena
tersengal oleh nafasnya yang memburu.
“Oke dech Mbak Yati, tapi Mbak Yati harus janji
dulu, kapan dilanjutkannya dan dimana..?”
tanyaku sambil masih mendekap dengan erat
tubuh Mbak Yati.
“Besok pagi saja di rumahku jam sepuluh.
Karena kalau pagi rumahku sepi.”
“Oke dech, besok pagi jam sepuluh saya datang
lagi.”
“Yuk kita pulang, anter aku dulu ke rumah, anak
nakaall..!” pinta Mbak Yati manja sambil mencubit
hidungku.
“Aku antar ke rumah, tapi kasih dulu uang muka
untuk besok pagi.” sambil mengarahkan ciuman
saya ke bibirnya sekali lagi sebagai uang muka
untuk besok pagi.
Dia belum sempat tersenyum karena bibirnya
sudah kukulum dengan mesranya.
Hari mulai gelap dan gerimis mengiringi
kepulangan kami. Kami berjalan pulang ke
rumah Mbak Yati, tetapi suasana dalam
perjalanan pulang sudah jauh berbeda dengan
suasana ketika kami berangkat tadi. Karena ketika
kami berangkat tadi, perilaku kami sebagai
seorang tante dengan “keponakannya”, tapi
sekarang sudah berubah menjadi perjalanan
seorang tante dengan “keenakannya”.
Selama perjalanan, Mbak Yati menggoda saya,
“Waduh.., ternyata selama ini saya salah, saya
kirain Alvi itu orangnya alim, tapi ternyata..”
“Ternyata enak khan..?” goda saya sambil
mencubit dagunya yang menggemaskan. Kami
berdua tertawa berderai.
“Kalau tahu gitu, mending dari dulu yaa..?” kata
Mbak Yati menggoda.
“Iya kalau dari dulu, memek Mbak Yati mungkin
tidak karatan ya..?” balasku menggoda.
“Emangnya besi tua..!” jawab Mbak Yati
bersungut.
“Bukan besi tua, tapi besi pusaka.” jawab saya.
Selama perjalanan, tangan Mbak Yati tidak henti-
hentinya selalu meremas tangan saya yang
sebelah kiri (sebelah kanan untuk pegang setir).
Tangan saya baru dilepaskan ketika saya
pergunakan untuk pindah gigi saja. Selebihnya
selalu dipegang dan diremas-remas oleh Mbak
Yati.
“Mbak.., jangan tanganku aja donk yang
diremas-remas..!” pinta saya dengan manja.
“Lha yang mana lagi yang minta diremas..?”
“Ya yang nggak ada tulangnya donk yang
diremas.”
“Dasar anak nakal.” Mbak Yati tersenyum, tapi
tangannya beralih untuk meremas rudal yang
masih tegang belum tersalurkan.
Ternyata Mbak Yati tidak hanya meremas rudal
saya saja, melainkan juga menciuminya.
“Mbak.., bebas aja lho Mbak, jangan sungkan-
sungkan, anggap aja milik sendiri.” goda saya
sambil tersenyum.
“Terus minta diapakan lagi..?” pancing Mbak Yati.
“Yaa.., kalau mau dikulum juga boleh.” jawab
saya.
“Emangnya nggak kelihatan orang..?” tanyanya
ragu.
“Khan udah malem, lagian hujan, pasti nggak
kelihatan.”
Tanpa menunggu jawaban, tangan Mbak Yati
sudah mulai membuka resluiting celana dan
mengeluarkan rudal saya. Saya geser kursi saya
agak ke belakang, agar Mbak Yati dapat leluasa
mempermainkan rudal indah milik saya.
Dirabanya rudal itu dan diciuminya, akhirnya
bibirnya yang mungil mengulum dan
menjilatinya. Terasa mendapat aliran listrik yang
menggetarkan ketika lidah Mbak Yati menjilati
kepala rudal saya. Dan terasa hangat dan basah
ketika mulutnya mengulum batang kejantanan
saya yang semakin menegang. Dua perasaan
yang penuh sensasi berganti-ganti saya rasakan.
Antara getaran karena jilatan lidah dan hangatnya
kuluman saling berganti. Kedua kaki terasa
tegang, dan pantat saya tidak terasa terangkat
karena sensasi yang ditimbulkan oleh kuluman
bibir Mbak Yati yang ternyata sangat ahli.
Untuk menghindari konsentrasi yang terpecah,
terpaksa saya meminggirkan mobil ke jalur
lambat, dan memberhentikan mobil. Keadaan
sangat mendukung, karena pada saat itu tepat
dengan turunnya hujan, dan lalu lintas
kendaraan agak sepi, sehingga kami berdua tidak
merasa terganggu untuk melanjutkan permainan
di dalam mobil.
Mbak Yati mengulum kemaluan saya dengan
semangat. Kepalanya terlihat turun naik-turun
naik yang terkadang cepat, terkadang lambat.
Mulutnya terus bergumam, sebagai tanda
bahwa dia juga menikmatinya. Kedua tangan
saya memegang kepala Mbak Yati naik-turun
mengikuti gerakannya. Kaki semakin kejang
dengan pantat saya yang naik turun akibat rasa
sensasi yang luar biasa. Untuk mengimbangi
permainannya, pantat Mbak Yati yang terlihat
nungging, saya remas dengan tangan kiri,
sementara tangan kanan masih membelai susu
Mbak Yati, saya remas dengan pelan kedua
susunya bergantian dengan tangan kanan.
Resluiting rok bawahnya yang ada di pantat,
mulai saya buka, terlihat CD-nya yang berwarna
merah muda. Saya masukkan tangan kiri ke
dalam CD-nya dan meremas dengan gemas
pantatnya yang padat berisi. Tangan saya
bergerak turun menelusuri celah pantatnya, dan
sekarang menuju liang kemaluannya.
Kemaluannya saya sentuh dari belakang, dan
terasa sudah sangat basah dan merekah. Saya
belai-belai bibir luar kewanitaannya dan akhirnya
saya belai-belai klitnya. Merasa klitnya tersentuh
oleh jari saya, pantat Mbak Yati semakin
dinaikkan, dan terasa tegang, kuluman ke batang
kejantanan saya semakin kencang. Tangan
kanan saya masih meremas-remas susunya
yang semakin tegak. Melihat perpaduan antara
belaian klitoris, remasan susu dan kuluman
rudal, suara kami jadi semakin maracau.
Pantat kami semakin naik turun. Erangan
kenikmatan dan sensasi aliran listrik menjalar ke
sekujur tubuh kami. Tiba-tiba Mbak Yati
melepaskan kulumannya. Dia kembali ke posisi
duduk dan telentang sambil matanya tetap
terpejam oleh kenikmatan yang sudah bertahun-
tahun tidak dirasakan. Saya tahu maksudnya,
bahwa dia minta gantian agar kewanitaannya
dijilati.
Saya singkapkan roknya, dan Mbak Yati dengan
tergesa-gesa melepaskan sendiri CD-nya, seakan
tidak sabar dan tidak ingin ada waktu luang yang
terputus. Kedua kakinya sudah ditelentangkan,
kemaluannya yang mungil dengan bulu-bulu
halus dan terawat sudah kelihatan merekah.
Saya dekatkan mulut saya ke liang
senggamanya, tetapi saya baru akan menjilati
kedua selangkangannya terlebih dahulu. Dia
meremas-remas rambut saya. Kedua kakinya
mengejang-ngejang dan bergerak-gerak tidak
terkontrol. Pantatnya digerak-gerakkan naik
turun. Ini artinya Mbak Yati sudah sangat
penasaran dan sangat gemas agar kemaluannya
ingin dijilati. Dia kelihatan penasaran sekali. Saya
jilati bibir kemaluannya.
Harumnya yang khas kemaluan wanita semakin
merangsang saya. Remasan-remasan di kepala
saya semakin kuat. Akhirnya saya buka bibir
kemaluannya, saya jilati klitorisnya. Ketika lidah
saya menyentuh klitorisnya, nafas lega dan
erangan kenikmatan keluar dari mulutnya.
“Uuuhh.. uhh.. uughh..!” terus menerus keluar
dari mulutnya.
Kepalanya selalu bergoyang-goyang ke kanan
dan ke kiri. Remasan remasan tangan kirinya
sekarang beralih ke punggung saya, sedangkan
tangan kanannya berusaha mencari batang
keperkasaan saya dan akhirnya meremas-remas
dan mengocoknya. Tangan yang lembut dengan
kocokan dan remasan yang halus, memijat-
mijat batang kejantanan saya, memberikan
sensasi tersendiri pada rudal kebanggaan milik
saya.
Lidah saya berputar-putar di klitorisnya, usapan-
usapan lidah di dinding vagina, terkadang saya
selingi dengan isapan dan gigitan halus di
klitorisnya, membuat dia semakin marancu,
“Uuugghh.. geellii banggeett..! Uuuff.., ggellii
bannget..! Uuff ggllii..”
Dan secara tiba-tiba kedua tangannya mencakar
punggung saya, kedua kakinya menegang,
dadanya membusung naik diikuti dengan
getaran tubuh yang hebat sambil mengerang,
“Uuugghhff Aaallvii.., uuff aku mmauu
kkeelluua.. aarr..”
Nafasnya tersengal dan memburu, tandanya dia
sudah sampai di puncak kenikmatan seorang
wanita.
“Aaallvii.., kamu belum yaa..? Sini kukulum biar
cepet nyampai.” suara Mbak Yati sambil
nafasnya masih memburu.
Dia membungkuk di pangkuan saya, saya
telentang di jok. Dia kembali mengulum batang
kejantanan saya. Bibir yang manis dan mungil
kembali mengocok-ngocok rudal saya. Lidahnya
dengan lembut menyapu kepala kemaluan saya.
Sensasi yang tadi sempat terputus, kembali
dapat saya rasakan. Kaki saya menegang,
pantatku terangkat, tangan saya meremas-
remas kedua pipinya. Aliran listrik menjalar dari
kepala kejantanan saya, naik ke ubun-ubun dan
sekujur tubuh. Aliran tersebut kembali lagi
bersama-sama mengarah ke ujung rudal saya,
ke kepala kemaluan saya, dan akhirnya keluar
bersama-sama dengan cairan putih dan kental ke
mulut Mbak Yati, ke bibir Mbak Yati, ke
hidungnya dan ke pipinya, banyak sekali.
Seakan-akan habis sudah cairan yang ada di
tubuh ini, lemas kedua tubuh kami. Untuk
sejenak kami berdua berdiam diri, untuk
menikmati sensasi kami, untuk mengatur nafas
kami dan untuk menenangkan emosi kami.


Adult | GO HOME | Exit
1/1436
U-ON

inc Powered by Xtgem.com